• Welcome Message

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Membahas tentang filsafat manajemen, tidak bisa kita pisahkan dengan sejarah filsafat. Seperti kita ketahui filsafat mempunyai andil yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, segala ilmu pengetahuan lahir dari rahim filsafat. Bisa dikatakan bahwa filsafat adalah induk segala ilmu pengetahuan. Pada fase awalnya filsafat hanya melahirkan dua ilmu pengetahuan, yakni ilmu alam (Natural Philosophy) dan ilmu sosial (Moral Philosophy) maka dewasa ini terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan.
Hal ini, menurut Ibnu Khaldun disebabkan oleh berkembangnya kebudayaan dan peradaban manusia. Dalam abad ke 18 dengan bermunculannya negara-negara maju dibelahan dunia, muncul cabang ilmu pengetahuan baru yakni manajemen, yang semula masih segan diakui sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini bukanlah suatu yang baru. Ilmu kemasyarakatan (yang sejak semula dinamakan sosiologi) harus memperjuangkan kedudukannya untuk menjadi ilmu pengetahuan disamping ilmu-ilmu pengetahuan yang lain.
Demikian pula halnya ilmu ”manajemen” yang menjadi bahan perbincangan kita sekarang. Barulah pada masa Taylor dan Fuyol, seiring dengan tumbuhnya negara-negara industri ilmu manajemen itu mulai dianggap sebagai ilmu. Kelahiran ilmu manajemen kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan yang kemudian disintesiskan menjadi ilmu PENGANTAR MANAJEMEN.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan penjelasan tentang ontologis?
2. Apa pengertian dan penjelasan tentang epistemologis?
3. Apa pengertian dan penjelasan tentang aksiologis?
4. Bagaimana landasan ontologis, epistimologis, aksiologis dalam ilmu manajemen (BISNIS)?


1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk dapat memahami pengertian ontologis.
2. Untuk dapat memahami pengertian epistemologi.
3. Untuk dapat memahami pengertian aksiologis.
4. Untuk memahami landasan ontology, epistimologi, dan aksiologi dalam ilmu manajemen (BISNIS).























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan penjelasan tentang Ontologi
Sebelum kita mengkaji landasan ontologis dalam ilmu manajemen (bisnis), maka kita akan mengkaji terlebih dahulu tentang masalah ontology.
Filsafat tentang ta meta ta physika Aristoteles berpusat pada to hei on,artinya pengada sekedar pengada. Kata yunani on merupakan bentuk netral dari oon dengan bentuk negatifnya ontos.kata itu adalah bentuk partisipasif dari kata kerja einai ( ‘ada’ atau ‘mengada’ ), jadi berarti yang-ada atau pengada. Maka objek material bagi filsafat pertama itu terdiri dari segala-galanya yang ada. Dan dari segi formal ha-hal itu di tinjau bukan menurut aspek ini atau itu yang terbatas, bukan juga sekedar manusia atau dunia atau tuhan, tetapi menurut sifat atau hal mengadanya. Oleh karena itu walaupun Aristoteles sama sekali belum mempergunakan nama itu, filsafat pertama ini kemudian hari akan disebut ontology.
Namun Aristoteles belum pula menyadari segala implikasi penemuannya itu. Sebelum Aritoteles bagi plato sifat “ada” belum memiliki arti yang sangat istimewa. Jika dalam karyanya sophists diterangkan jenis-jenis paling pokok yang termuat dalam konsep-konsep pengertian, maka plato menyejajarkan “ada” dan “tidak-ada” identik dan berlainan, bergerak dan tidak-bergerak. Dengan keliru Aristoteles sendiri masih berpendapat bahwa “mengada” itu hanya merupakan salah satu sifat di samping sifat-sifat lain, walaupun sekaligus merupakan dasar pula untuk segala-galanya. Dan sesudah Aristoteles, Platinos juga hanya akan mengikuti “mengada” sebagai sifat alam-dunia (physis) belaka. Menurut dia sifat mangada itu di angkat dan di atasi oleh sifat “hidup” dan “berpikir”. Baru Thomas Aquinas akan mengelola rumus Aristoteles sedemikian rupa, sehingga mencapai kepadanya yang penuh, yaitu “mengada” sebagai sifat yang melengkapi dan yang mendasari segala sifat lainnya.
Maka menurut hasil perkembangan lebih kemudian tentang arti ‘mengada” sebagai objek pemikiran filsafat pertama sebagai “ontologi” di akui menjadi ilmu yang paling universal. Objeknya meliputi segala-galanya dengan seada-adanya. Maka einai dan to on lambat laun tidak hanya berarti “ada atau tidaknya” tetapi meliputi segala-galanya saja menurut segala bagiannya (segi ekstensif) dan menurut segala aspeknya (segi intensif). Namun dalam pengantar ini objek ontology belum dapat diperinci lebih lanjut, baru akan menjadi lebih jelas dalam uraian (discours) seluruh ontogi sendiri.
1. Ontologi adalah suatu spesifikasi formal dan eksplisit dari konseptualisasi yang dapat dibagi.
Yang dimaksud dengan konseptualisasi adalah suatu model abstrak dari fenomena-fenomena yang ada pada dunia nyata. Sedangkan kata eksplisit menunjukkan bahwa tipe dari konsep-konsep yang ada berikut relasinya didefinisikan secara terbuka dan dengan tujuan tertentu. Kata formal merujuk pada fakta bahwa suatu ontologi haruslah bisa dibaca dan diakses oleh mesin (machine-readable and accessible). Konseptualisasi tersebut dapat dibagi karena ontologi menangkap pengetahuan-pengetahuan yang telah disetujui oleh suatu kelompok.
2. Ontologi merupakan suatu deskripsi dari konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang mungkin ada bagi sebuah agent ataupun komunitas agent.
Pengertian ontologi seperti yang telah dijelaskan oleh Tom Gruber tersebut tidaklah mutlak. Terdapat beberapa pengertian lain yang telah didefinisikan oleh pada ahli ontologi, diantaranya yaitu pengertian menurut Smith B. (2005) yang menjelaskan bahwa:
1. Ontologi adalah ilmu tentang definisi, jenis, dan struktur dari obyek, properti-properti, kejadian-kejadian, proses-proses dan relasi-relasi yang ada dalam setiap area kenyataan.
2. Untuk sebuah sistem informasi ontologi dapat diartikan sebagai suatu representasi dari beberapa keberadaan awal domain kenyataan, dimana ontologi tersebut :
o Merefleksikan properti-properti yang dimiliki oleh obyek dalam domain dengan suatu cara tertentu sehingga dihasilkan suatu korelasi sistematik antara kenyataan dengan representasi itu sendiri.
o Dapat dimengerti oleh domain expert.
o Cara penyusunannya memungkinkan ontologi tersebut untuk mendukung pemrosesan informasi secara otomatis.
Ontologi menjelaskan berbagai macam hal yang ada dalam suatu domain masalah, termasuk di dalamnya properti, konsep, aturan, serta bagaimana relasi-relasinya, dimana penjelasan tersebut akan mampu mendukung model referensi standar yang dibutuhkan dalam integrasi data.
Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di gunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Dari beberapa pengetahuan di atas dapat di simpulkan bawa;
1. Menurut bahasa, ontology ialah berasal dari bahasa yunani, On/Ontos=ada, logos=ilmu. Jadi, ontology adalah tentang ilmu yang ada.
2. Menurut istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monoisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak.
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
Naturalisme di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan objek realistis dengan penekanan seting alam. Hal ini merupakan pendalaman lebih lanjut dari gerakan realisme pada abad 19 sebagai reaksi atas kemapanan romantisme. Salah satu perupa naturalisme di Amerika adalah William Bliss Baker, yang lukisan pemandangannya dianggap lukisan realis terbaik dari gerakan ini. Salah satu bagian penting dari gerakan naturalis adalah pandangan Darwinisme mengenai hidup dan kerusakan yang telah ditimbulkan manusia terhadap alam.
Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu manajemen. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan manajemen melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris baik yang berupa tingkat kwalitas maupun kwantitas hasil yang dicapai. Objek materi ilmu manjemen ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan, yaitu, Perencanaan, pengorganisasian, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komonikasi, koordinasi, dan negoisasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian, dan pelaporan).
1. Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.
Menurut aspek-aspek yang di selidiki, objek-objek material dapat di khususkan lagi. Misalnya manusia saja dapat di pandang secara matematis, fisis, biotic, psikis dan sebagainya. Mereka di bedakan menurut objek formal, ataupun menurut kepadatannya, yaitu menurut aspek intensitas. Maka muncullah pertanyaan : Apakah terdapat suatu ilmu pengetahuan yang begitu padat (mendalam), sehingga serentak membicarakan segala aspek atau sudut formal yang ada dalam objek (material) mana saja? Ilmu pengetahuan sedemikian itu (andaikata ada) akan bersifat paling intensif (padat), dan akan memuat segala aspek penyelidikan ilmiah mana saja.
2. Objek Material
Menurut hal-hal yang di selidiki, di kembangkan ilmu pengetahuan mengenai manusia, mengenai binatang, tumbuhan, laut, atom, dan sebagainya. Mereka di bedakan menurut objek material, ataupun menurut keluasannya, yaitu menurut aspek ekstensif. Maka layaklah bahwa timbul pertanyaan: Apakah ada suatu ilmu pengetahuan begitu umum, sehingga serentak meliputi dan membicarakan segala-galanya yang ada? Ilmu pengetahuan sedemikian itu (andaikan ada) akan bersifat paling ekstensif, dan akan merangkum segala objek (material) penyelidikan ilmiah mana saja.
2.2 Pengertian dan penjelasan tentang Epistemologi.
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Webster Third New International Dictionary mengartikan epistemologi sebagai “The Study of method and ground of knowledge, especially with reference to its limits and validity”. Paul Edwards, dalam The Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan bahwa epistemologi adalah “the theory of knowledge.” Pada tempat yang sama ia menerangkan bahwa epistemologi merupakan “the branch of philosophy which concerned with the nature and scope of knowledge, its presuppositions and basis, and the general reliability of claims to knowledge.”
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Gerakan epistemologi di Yunani dahulu dipimpin antara lain oleh kelompok yang disebut Sophis, yaitu orang yang secara sadar mempermasalahkan segala sesuatu. Dan kelompok Shopis adalah kelompok yang paling bertanggung jawab atas keraguan itu.
Oleh karena itu, epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Critica berasal dari kata Yunani, krimoni, yang artinya mengadili, memutuskan, dan menetapkan. Mengadili pengetahuan yang benar dan yang tidak benar memang agak dekat dengan episteme sebagai suatu tindakan kognitif intelektual untuk mendudukkan sesuatu pada tempatnya.
Jika diperhatikan, batasan-batasan di atas nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak diselesaikan epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.
Masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan-partanyaan tentang pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di ketahui.Sebenarnya kita baru dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistimologi. Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya.
Dalam penyelesaiaan masalah epistimologi hendaknya kita mempelajari naskah psikologi yang baik dalam bab-bab mengenai pengindraan, pencerahan, penyimakan dan pemikiran, karena di dalam suatu penyelesaian yang di sarankan terhadap masalah, bahan-bahan keterangan yang terdapat di dalam naskah tersebut harus di perhitungkan.
Makna pengetahuan jika di katakana masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan tentang pengetahuan, apakah yang kita maksudkan dengan pengetahuan? Di misalkan saya berkata “Saya mempunyai pengetahuan tentang kenyataan bahwa Caesar telah di bunuh”, atau “Saya tahu siapa yang membunuh Cock Robin.” Tepatnya, apakah yang saya maksudkan? Yang pertama di antara kedua pernyataan tersebut dapat di singkat membacanya,”Saya tahu Bahwa Caesar di bunuh”. Dapatlah kiranya di mengerti bahwa kapanpun kita mempunyai pengetahuan, maka pengetahuan itu merupakan pengetahuan mengenai sesuatu. Demikianlah di dalam kedua kalimat tersebut, terdapat fakta-fakta: Caesar telah di bunuh dan Cock Robin di bunuh oleh seseorang yang saya ketahui.
2.3 Pengertian dan penjelasan tentang Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai.
Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian. Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.
Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia.
Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Dalam perkembangan sejarar etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan tujuan manusia adalah kebahagiaan. Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia. Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika dibahas dalam sesi lain. yang jelas, estetika membicarakan tentang indah dan tidak indah.
2.4 Landasan ontology, epistemology, dan aksiolologi dalam ilmu manajemen
Setiap pembahasan tentang gejala atau objek sesuatu ilmu pengetahuan (Ilmu manajemen), paling sedikit kita pertanyakan.
(1) apa hakikat gejala/objek itu (landasan ontologis).
(2) bagaimana cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek itu (landasan epistemologis).
(3) apa manfaat gejala/objek itu (landasan aksiologis).
Landasan Ontologi Ilmu Manajemen, Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari manajemen. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan manajemen melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris baik yang berupa tingkat kwalitas maupun kwantitas hasil yang dicapai. Objek materi ilmu manjemen ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan ekonomi (bisnis), yaitu, Perencanaan, pengorganisasian, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komonikasi, koordinasi, dan negosiasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian, dan pelaporan)
Tema dari tulisan ini adalah dengan pertimbangan bahwa globalisasi berdampak pada hampir semua keputusan manajemen. Misalnya Internet telah mengubah hakikat pembelian dan penjualan di hampir semua industri, serta telah mengubah secara mendasar perekonomian dan bisnis setiap industri di seluruh dunia. Internet telah menjadi suatu alat manajemen strategis penting sudah merasuk pada masyarakat. Lingkungan hidup telah menjadi suatu isu strategis yang penting sudah merambah kedesa-desa yang masih perawan.
Manajemen adalah tentang bagaimana mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Dengan definisinya sebagai Ilmu pengetahuan dan seni perumusan dalam menerapkan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan suatu Organisasi untuk mencapai tujuannya telah menimbulkan Istilah ”Manajemen” yang bersinonim dengan ”Perencanaan” namun Manajemen: lebih sering digunakan didalam dunia akademis, sedangkan perencanaan lebih sering digunakan didalam dunia bisnis termasuk tapi tidak dibatasi oleh Organisasi Manajemen yang mengacu pada perumusan, implementasi dan evaluasi strategi. Sedangkan perencanaan lebih mengacu pada perumusan strategi.
Secara bertahap Manajemen dikembangkan dalam:
(a) Tahap I Perumusan meliputi Visi dan Misi, Peluang dan Tantangan, Kekuatan dan Kelemahan, Saaran Jangka Panjang, Strategi Alternatif, Pemilihan Strategi.
(b) Tahap II Implementasi meliputi Sasaran Tahunan, Kebijakan, Motivasi Karyawan, Alokasi Sumber Daya.
(c) Tahap III Evaluasi meliputi Peninjauan Internal dan Eksternal, Mengukur Kinerja, Tindakan Perbaikan.
Landasan Epistemologis Manajemen menurut Husaini (2006:7) pengertian manajemen adalah seni atau ilmu mengelola sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) untuk mewujudkan suasana atau kegiatan ekonomi (bisnis) dan proses dalam bisnis agar seorang produsen (pengusaha) secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaa, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Manajemen dapat pula didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) mencapai tujuan ekonomi secara efektif dan efisien. Sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) adalah sesuatu alat yang dipergunakan dalam penyelenggaraan kegiatan ekonomi yang meliputi enam hal:
(1) administrasi peserta (pelaku ekonomi)
(2) administrasi tenaga kerja (SDM)
(3) administrasi keuangan
(4) administrasi sarana dan prasarana
(5) admistrasi hubungan pelaku (produsen) dengan masyarakat (konsumen)
(6) administrasi layanan khusus.
Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.
Tujuan perencanaan adalah:
(1) standar pengawasan
(2) Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan ekonomi.
(3) mengetahui siapa saja yang terlibat
(4) mendapatkan kegiatan yang sitematis
(5) meminimalkan kegiatan yang tidak produktif
(6) mendeteksi hambatan dan kesulitan yang ditemui
(7) mengarahkan pada pencapaian tujuan.
Manfaat dari perencanaan adalah :
1.sebagai standar pengasaan dan pengawasan.
2.pemuilihan sebagai alterbatif terbaik
3.penyusunan skala proritas, baik sasaran maupun kegiatan
4.membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
6.alat yang memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait.
7.alat yang meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti.
Pengorganisasian adalah (1) penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, (2) proses perencanaan dan pengembangan suatu organisasi, (3) penguasaan tanggung jawab tertentu, (4) pendelegasian wewenangyang diperlukan untuk individu-individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Tiga komponen pengorganisasian:
1. ada kerja sama.
2. ada orang (pelaksana).
3. adanya tujuan bersama.
Manfaat Pengorganisasian adalah:
1.Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan, dan sumber dayayang dimiliki.
2.untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dan efesien,
3.wadah memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara bersama-sama.
4.wadah mengembangkan potensi dan spesialisasi yang dimiliki sesorang.
5.wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
6.dawah mencari keuntungan bersama.
7.wadah mengelola lingkungan bersama-sama.
8.wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan
9.wadah mendapatkan pengahrgaan.
10.wadah memenuhi kebutuhan manusia.
11.wadah menambah pergaulan
Salah satu fungsi manejeman adalah pengerahan atau pelaksanaan. Setelah melaksanakan perencaan dan pengorganisian yang terpenting adalah implementasi dari perencaaan yaitu pelaksaan. Pelasanaan dalam program organisasi sangat terggantung dari dua aspek, yaitu: Kepemimpinan, dan motivasi kerja anggota organisasi. Antar pemimpin dan pelaksana mempunyai tugas dan bertanggung jawab masing masing atas tugasnya. Program tidak akan berjalan sesuai dengan yang diinginkan apabila tidak didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan motivasi kerja para anggota organisasi.
Pengendalian adalah proses pemantauan, penilaian dan pelaporan perencanaan atas pencapaian tujuan yang dicapai yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut. Pengendalian sering disebut dengan pengawasan atau controlling, tujuannnya adalah:
1. Menghentikan atau meniadakan masalah, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, banbatan dan ketidak adilan.
2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, banbatan dan ketidak adilan.
3. Menciptakan cara yang lebih baik untuk membina yang telah baik.
4. Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas organisasi.
5. Meningkatkan kelancaran operasi organisasi.
6. Memberikan opini atas kerja organisasi.
Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih. Manfaat pengawasan adalah menigkatnya akuntabilitas dan keterbukaan dalam organisasi. Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen atau pakar ilmu Manajemen demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu manajemen memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitaatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hanya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, dalam Umaedi: 1999). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu atau kualitas di masa mendatang harus berbasis manajemen sebagai institusi paling depan dalam kegiatan ekonomi. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan sekolah manajemen (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.
Konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini ditulis dengan tujuan;
a. Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah bisnis khususnya kepada masyarakat.
b. Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplentasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosio-ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya.
c. Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
d. Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada sekolah masing – masing.
e. Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
f. Memotivasi timbulnya pemikiran-pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
g. Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah.
h. Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun.
Peran Esensial Pemimpin Kepemimpinan mempunyai peran strategis dalam upaya perbaikan kualitas. Setiap anggota organisasi harus memberikan konstribusi penting dalam upaya tersebut. Namun, setiap upaya perbaikan yang tidak didukung secara aktif oleh pimpinan, komitment, kreatifitas, maka lama-kelamaan akan hilang.
Dasar Aksiologis Managemen, Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam pribadi para pemimpin bisnis (Manajer), staf dan pegawai. Sesuai dengan tujuannya, maka manfaat manajemen adalah;
Pertama, terwujudnya suasana ekonomi dan proses kegiatan perekonomian yang Aktif, Inovative, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM).
Kedua, terciptanya pelaku kegiatan ekonomi yang aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Ketiga, terpenuhinya salah satu dari 4 kompetensi tenaga kerja (tertunjangnya kompetensi profesional sebagai pelaku ekonomi dan tenaga kerja sebagai manajer).
Keempat, tercapainya tujuan perekonomian secara efektif dan efisien.
Kelima, terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer pendidikan atau konsultan manajemen pendidikan); Keenam, teratasinya masalah mutu pendidikan.(Husaini, 2006:8)
Kemanfaatan teori Manajemen pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai manajemen pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan administrasi pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula untuk menjembatani persoalan yang sedang berlangsung maupun yang akan terjadi.




















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ontologi adalah ilmu tentang definisi, jenis, dan struktur dari obyek, properti-properti, kejadian-kejadian, proses-proses dan relasi-relasi yang ada dalam setiap area kenyataan.
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
.Dasar ontologi manajemen adalah objek materi manjemen ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan dalam bisnis yaitu, Perencanaan, pengorganisasian, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komonikasi, koordinasi, dan negoisasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian, dan pelaporan).
Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen atau pakar ilmu bisnis demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.
Dasar Aksiologis Managemen bisnis adalah Kemanfaatan teori Manajemen bisnis tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pebisnis sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab.

DAFTAR PUSTAKA

Bakker, Anton. 1992. Ontologi Metafisika Umum Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan. Yogyakarta : KANISIUS

Kattsoff O.Louis .2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana

Prof. Dr. Bakhtiar,Amsal, M.A. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Nor Hasidah Abu Bakar, e Bahan Pengajaran IPK 503, (Kuala Lumpur Pusat Pemikiran dan Kefahaman Islam, Unit ICT dan Penerbitan, tt).

Categories:

0 Response for the "landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi dalam ilmu manajemen (bisnis)"

Posting Komentar